Tiatira (Thyateira atau Thyatira) adalah sebuah kota kuno Yunani yang sekarang ini adalah kota modern Akhisar (“kastil putih”; “white castle”) di negara Turki. Nama kuno ini berasal dari bahasa Yunani Koine “Θυάτειρα” (Thuateira). Terjemahan bahasa Turki yang setara dengan Thyateira adalah Tepe Mezarlığı, artinya “kuburan bukit” (hill graveyard). Terletak di bagian barat Turki, sebelah selatan Istanbul dan ke arah timur dari Athena. Berjarak sekitar 50 mil (80 km) dari Laut Tengah.
Kota ini mula-mula dikenal sebagai Pelopia (bahasa Yunani: Πελοπία), tetapi dinamai Thyateira (Θυάτειρα) oleh raja Seleucus I Nicator pada tahun 290 SM. Ia sedang berperang melawan Lysimachus ketika mendengar bahwa istrinya melahirkan seorang putri. Menurut Stephanus of Byzantium, ia menyebut kota ini “thuateira” dari kata Yunani “θυγατήρ”, “θυγατέρα” (thugater, thugatera), artinya “anak perempuan”, meskipun kemungkinan juga adalah nama Lydia kuno. Dalam zaman kuno, Tiatira terletak di perbatasan antara Lydia dan Mysia. Terkenal karena industri pewaranaan kain dan pusat dari perdagangan pewarna Indigo (ungu). Di antara reruntuhan kota kuno, terdapat tulisan-tulisan yang berhubungan dengan organisasi pembuat warna di kota itu. Diketahui ada lebih banyak organisasi (guild) di Tiatira daripada kota-kota lain di provinsi Romawi Asia. Tulisan-tulisan itu menyebutkan antara lain: pengerja kain wol, kain lenan, pembuat baju luar, pewarna kain, pengerja kulit, penyamak kulit, tukang periuk, pembuat roti, pedagang budak dan pengerja perunggu.
Kedudukan kota ini sangat penting di ‘tanah genting’ yg menghubungkan lembah Hermus dengan lembah Kaikus. Kota itu merupakan tempat pasukan pengawal perbatasan, pertama pada perbatasan barat daerah raja Seleukus dari Siria (yg mendirikan kota itu pada abad 4 sM), dan kemudian, sesudah penguasa berganti, perbatasan bagian timur kerajaan Pergamum. Bersama dengan kerajaan itu, Tiatira masuk pemerintahan Romawi pada thn 133 sM, tapi tetap menjadi pusat penting dalam sistem lalu lintas Romawi, sebab terletak pada jalan dari Pergamum ibu kota propinsi ke Laodikia, dan dari situ ke propinsi-propinsi bagian timur. Tiatira juga merupakan pusat industri penting: mencelup, membuat pakaian, kerajinan tanah liat, dan kerajinan kuningan termasuk pekerjaan-pekerjaan yg sudah dikenal di sana. Suatu kota besar (yaitu Akhisar) masih ada di tempatnya yang sama sampai sekarang.
Tiatira adalah kota terkecil di antara kota-kota yang disebutkan di dalam Wahyu 2-3 dimana jemaat-jemaat Tuhan bertumbuh. Namun demikian dari ketujuh kota dimana jemaat-jemaat Tuhan pertama-tama bertumbuh itu, surat Kristus kepada jemaat Tiatira adalah yang terpanjang di dalam Wahyu 2-3; ada 12 ayat yang ditujukan kepada jemaat Tiatira.
Dalam zaman gereja Kristen mula-mula pada abad pertama Masehi, Tiatira adalah tempat gereja penting yang disebut sebagai salah satu dari tujuh gereja di Asia dalam kitab Wahyu kepada Yohanes. Menurut kitab tersebut, seorang wanita yang disebut “Izebel” dan menyebut dirinya seorang nabiah, mengajar dan menyesatkan orang Kristen di Tiatira untuk berbuat mesum dan makan makanan yang dipersembahkan kepada berhala.
Rasul Paulus dan Silas mungkin saja mengunjungi Tiatira dalam perjalanannya yang kedua atau ketiga, meskipun tidak ada bukti kuat, selain dicatat bahwa mereka melalui sejumlah kota-kota yang tidak disebut namanya di daerah itu dalam perjalanannya yang kedua. Ketika pertama kalinya sampai di kota Filipi, Paulus dan Silas tinggal di tempat seorang perempuan bernama Lidia Filipi (Kis 16:14) penjual kain ungu dari Tiatira, yang beserta seluruh keluarganya merupakan orang Kristen pertama di tempat itu. Perempuan itu terus menolong mereka ketika dipenjarakan dan sampai dilepaskan. Lydia ini kemungkinan merupakan agen tenunan Tiatira di seberang laut: barangkali ia mengatur penjualan produk bulu domba yg sudah terkenal dengan celupannya.
Bahan celupan itu adalah akar pohon ‘madder’ dan dinamai ‘mesah Turki’, masih diproduksi di daerah itu sampai pada abad 20 ini. Tiatira adalah jemaat keempat dari ‘ketujuh jemaat di Asia’ (Why 1:11). Beberapa lambang yg disebut dalam Surat kepada jemaat itu (Why 2:18-29) kelihatannya menyinggung suasana Tiatira. Keterangan mengenai Kristus (ay 18) tepat sekali pada satu kota yg terkenal karena barang kuningannya (khalkolibanos). Terjemahannya ‘kuningan halus’ mungkin suatu istilah khas untuk suatu jenis barang kuningan setempat. Kata-kata janji-Nya (ay 26-27) mungkin mencerminkan sejarah kemiliteran yg panjang yg berkaitan dengan kota itu. ‘Izebel’ (nama itu barangkali suatu lambang) nyatanya adalah seorang perempuan yg sudah diterima di dalam persekutuan jemaat (ay 20). Ajarannya mungkin menganjurkan orang Kristen dalam batas tertentu supaya mengikuti kegiatan yg semata-mata bersifat kafir. Yg dimaksud mungkin keanggotaan pada kumpulan sosial atau ‘serikat sekerja’, yg di dalamnya tata kerja Tiatira diatur. Badan-badan ini melaksanakan banyak hal yg baik, dan melakukan suatu pekerjaan yg nampaknya tak mungkin dicapai kecuali menjadi anggota dari serikat sekerja itu. Tapi kumpulan-kumpulan mereka tak dapat dilepaskan dari tindakan-tindakan ibadah kafir dan percabulan.
Jemaat Tiatira dikenal sebagai gereja yang hidup dalam kasih dan iman. Bahkan mereka dengan setia menjalankan pelayanannya dengan penuh ketekunan. Namun Yesus menyayangkan sikap gereja yang memilih diam dan membiarkan penyesat melakukan tindakan yang tidak benar terhadap orang-orang percaya di sana.
“Tetapi Aku mencela engkau, karena engkau membiarkan wanita Izebel, yang menyebut dirinya nabiah, mengajar dan menyesatkan hamba-hamba-Ku supaya berbuat zinah dan makan persembahan-persembahan berhala.”
Wahyu 2: 20
Meski begitu, Yesus tetap menghargai kesetiaan jemaat terhadap kebenaran firman Tuhan. Bahkan mereka yang setia sampai akhir akan dikarunia kuasa memerintah atas bangsa-bangsa.
“Tetapi kepada kamu, yaitu orang-orang lain di Tiatira, yang tidak mengikuti ajaran itu dan yang tidak menyelidiki apa yang mereka sebut seluk-beluk Iblis, kepada kamu Aku berkata: Aku tidak mau menanggungkan beban lain kepadamu. Tetapi apa yang ada padamu, peganglah itu sampai Aku datang.”
Wahyu 2: 24-25
Ps. Gabriel Hartanto
www.OnlineChurchMinistry.com
Leave a Reply