
Sardis atau Sardes adalah ibukota kuno Kerajaan Lydia yang sudah berjaya jauh sebelum Imperium Romawi dan Kesultanan Ottoman berada di Asia Kecil. Kerajaan Lidya di bawah kekuasaan Raja Croessus merupakan salah satu kerajaan terkaya di zamannya. Kerajaan ini memperoleh kekayaannya dari emas yang diperoleh dari Sungai Pactolus yang mengalir tak jauh dari Sardis. Sungai Pactolus dipercaya merupakan tempat Raja Midas mencuci tubuh emasnya yang dikutuk oleh para dewa. Kerajaan ini juga merupakan kerajaan pertama yang memperkenalkan koin sebagai alat transaksi.
Kota aslinya merupakan benteng yg hampir tak terkalahkan, tegar di atas lembah Hermus yg luas, dan hampir seluruhnya dikelilingi oleh tebing-tebing yang curam dari batu-batu karang lepas yang berbahaya. Ibu kota kuno Lidia terkenal karena industri bulu dombanya.
Kedudukannya sebagai pusat kekuasaan Lidia di bawah Kroesus, mendadak berakhir ketika Koresy, raja Persia, mengalahkan dan merebut kota itu pada tahun 546 sM dan menjadikan wilayah itu sebagai tempat kediaman seorang wakil penguasa Persia. Nampaknya Sardis dapat direbut dengan memanjat tebing dan menyerbu masuk lewat bagian yang lemah pertahanannya pada waktu malam. Sardis kemudian menjadi salah satu wilayah Persia dan menjadi kota penting di Kekaisaran Persia saat itu sebelum kemudian ditaklukkan oleh Alexander Agung pada tahun 214 SM dan akhirnya menjadi salah satu kota di bawah Imperium Romawi.
Sardis kemudian menjadi kota tempat prokonsul di Kekaisaran Romawi, dan kota besar di provinsi Lidia di Kekaisaran Bizantium. Kota ini menjadi penting antara lain karena kekuatan militernya, letaknya yang terletak di jalur menuju pesisir Aegea, dan karena memiliki tanah subur di Hermus.
Walaupun Sardis terletak pada jalur perdagangan penting yg menyusuri lembah Hermus, namun di bawah kekuasaan Romawi kota itu tak pernah memperoleh kembali peranan utama seperti dulu pada abad-abad sebelumnya. Pada tahun 26 Masehi keinginannya memperoleh kehormatan dengan membangun kuil bagi Kaisar, ditolak dan pilihan jatuh ke Smirna, saingannya.
Reruntuhan Sardis merupakan area yang luas dan terbagi dua yaitu reruntuhan kota Sardis dengan Gymnasium dan Synagogue yang menjadi pusatnya dan reruntuhan Kuil Artemis sekitar 1 km dari reruntuhan kota Sardis. Reruntuhan kota Sardis terdiri dari reruntuhan toko, jalan kuno, dan yang paling menakjubkan adalah reruntuhan Gymnasium dan Synagogue. Gymnasium adalah gedung olahraga yang lazim ditemui di kota romawi kuno. Gedung dengan fasilitas olahraga dan pemandian ini merupakan tempat sosialisasi para penduduk kota. Gedung Gymnasium di Sardis memiliki dua tingkat dengan kolam rendam di belakangnya. Bangunan indah yang dibangun pada abad ke 3 M ini merupakan bangunan paling indah di Sardis.
Tak jauh dari Gymnasium terdapat reruntuhan Synagogue (tempat ibadah agama Yahudi) yang merupakan temuan synagogue terbesar dan mewah dari zaman kuno. Synagogue yang besar dan indah ini menandakan jumlah penduduk dari etnis yahudi yang cukup besar di Sardis, meski Sardis memiliki populasi yang beragam, namun jumlah populasi bangsa Yahudi nampaknya cukup tinggi di kota ini. Diperkirakan bangsa Yahudi telah tinggal beberapa abad kamanya di kota Sardis, kemungkinan sejak masa kekuasaan Kerajaan Persia, atau ditempat ini dulunya menjadi pusat Diaspora Yahudi, nama Zarfat yang disebut dalam Obaja 20 mungkin adalah Sardis. Synagogue ini dulunya merupakan bagian dari Gymnasium. Beberapa bagian dari synagogue ini berasal dari bangunan sebelumnya seperti patung elang dan singa yang diperkirakan merupakan bagian dari kuil dewa dewi yang belum diketahui keberadaannya.
Tak jauh dari reruntuhan kota Sardis, ada reruntuhan Kuil Artemis yang pilarnya bergaya Ionia namun tak lagi utuh. Kuil ini dibangun untuk menyembah dewi Artemis pada abad ke 3 SM oleh bangsa Yunani dan diperbaiki oleh bangsa Romawi pada abad ke 2 M. Bangunan yang sekarang hanya memiliki 2 tiang penyangga masih berdiri ini pernah juga digunakan untuk penyembahan Zeus dan Kaisar Antoninus Pius. Pemandangan reruntuhan kuil dengan latar belakang akropolis sangat mengagumkan.
Seperti umumnya kota-kota kuno, Sardis mengalami penurunan setelah terkena bencana alam. Sardis mengalami bencana gempa bumi dan kemudian ditaklukan oleh Bangsa Mongol di abad 15. Sardis pun ditinggalkan dan tidak lagi dihuni sampai sekarang. Kini hanya terdapat sebuah desa kecil (Sari) dekat tempat di mana kota kuno itu dulu berada.
Sardis pada masa gereja mula-mula
Sardis dikenal sebagai salah satu dari 7 gereja yang disebutkan dalam Kitab Wahyu. Gereja ini diperingatkan akan kondisi dirinya yang terlihat hidup namun mati secara rohani. Jemaat di gereja ini diperingatkan untuk bangkit dan bertobat akan dosa mereka yang terlalu berkompromi dengan kebiasaan para penduduk lokal yang berlawanan dengan iman mereka (Wahyu 3:1-6).
Surat kepada ‘malaikat jemaat di Sardis’ (Why 3:1-6) mengisyaratkan bahwa persekutuan Kristen purba di sana terpengaruh oleh semangat kota itu, menggantungkan kepada reputasi masa lampau tanpa keberhasilan masa sekarang. Dan gagal, seperti kota itu pernah dua kali gagal, kemudian belajar dari masa lalu serta menjadi waspada. Lambang ‘pakaian putih’ sangat berarti bagi suatu kota yang terkenal karena perdagangan pakaiannya: mereka yg tetap setia dan berjaga akan dihiasi demikian untuk mengambil bagian dalam kemenangan Tuhan mereka.
Yesus menggambarkan gereja ini sebagai gereja yang sekarat dan tak sempurna dihadapan Nya. Jemaat Sardis nampaknya memang menjalankan ibadah dan pelayanan tetapi tidak bersungguh-sungguh dalam melaksanakan Firman Tuhan dalam kehidupan mereka.
Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau dikatakan hidup, padahal engkau mati! Bangunlah, dan kuatkanlah apa yang masih tinggal yang sudah hampir mati, sebab tidak satupun dari pekerjaanmu Aku dapati sempurna di hadapan Allah-Ku.”
Wahyu 3: 1-2
Karena itu, Yesus menyampaikan supaya mereka bertobat. Sementara bagi sebagian mereka yang hidupnya benar, Dia menjanjikan kehidupan kekal di surga.
“Barangsiapa menang, ia akan dikenakan pakaian putih yang demikian; Aku tidak akan menghapus naanya dari Kitab kehidupan, melainkan Aku akan mengaku namanya di hadapan Bapa-Ku dan di hadapan para malaikat-Nya.”
Wahyu 3: 5
Tentu saja Yesus tahu bahwa keadaan seperti ini juga akan dialami oleh gereja-gereja saat ini. Karena itu Dia menasihatkan untuk menghidupi firman Tuhan sepenuhnya, bukan sekedar menjalankannya sebagai formalitas.
Ps. Gabriel Hartanto
www.OnlineChurchMinistry.com
Leave a Reply