
Mereka yang sibuk mencari-cari masalah / kesalahan orang lain adalah ciri mereka yang BELUM TUNTAS DENGAN DIRINYA SENDIRI
Tuntas dengan diri sendiri berarti, kerelaan menundukkan hasrat kemanusiaan yang dipenuhi oleh keinginan daging dan hawa nafsu dibawah kontrol Roh Kudus sehingga dapat melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan rencana Allah. Mereka yang menguasai dirinya dibawah kontrol Roh Kudus akan dibawa pada ketaatan dan kemampuan dalam “mengasihi Tuhan dan Sesama”.
Dan hukum yang kedua yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Matius 22:39
Mengasihi diri sendiri adalah dasar untuk orang percaya dapat mengasihi sesamanya. Selama seseorang belum bisa tuntas dalam mengasihi dirinya sendiri, selama itu juga ia belum tuntas dengan dirinya sendiri.
Mereka yang telah tuntas dengan dirinya sendiri dapat dilihat dari beberap ciri sebagai berikut:
1. Merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Seringkali sumber masalah terbesar dalam kehidupan setiap orang adalah ketika ia tidak bisa bersyukur atas apa yang dimilikinya. Saat seseorang tidak mampu bersyukur, maka ia akan selalu melihat orang lain sebagai barometer hidupnya.
2. Tidak bisa dilukai oleh orang lain. Dalam kehidupan bersosial, ada banyak kenyataan dimana banyak orang menjadi mudah marah, emosional dan terluka oleh tindakan serta perkataan orang lain. Bagi orang percaya, setiap perkataan dan tindakan negatif dari orang lain seharusnya sangat mudah ditepis dengan sikap berserah kepada Tuhan. Saat seseorang berserah kepada Tuhan, saat itulah kekuatan ilahi akan muncul sehingga orang percaya dapat berkata “ampunilah mereka, karena sesungguhnya mereka tak tahu apa yang mereka perbuat”.
3. Tidak mengeluh tentang hidup. Mengapa Allah menghabiskan generasi Israel yang keluar dari mesir pada kisah yang terulis di kitab Keluaran? Karena kebanyakan mereka adalah orang-orang yang tidak tahan uji. Sebentar-sebentar mengeluh, sebentar-sebentar komplain, sebentar-sebentar menyalahkan pemimpinnya. Mereka tidak mudah tunduk pada otoritas Allah yang melekat pada pemimpinnya. Allah memilih umat yang tangguh, yang mau berjuang untuk taat kepada otoritas Allah dalam kondisi terburuk sekalipun, layaknya Josua & Kaleb. Bagi orang pecaya, apapun kondisi terburuk dalam hidupnya, ia harus menjadi manusia yang tangguh, tidak mengeluh.
4. Selalu ingin berbagi dengan orang lain. Allah mengajarkan umatnya tentang kekuatan memberi; “berilah maka kamu akan diberi”. Bagi orang percaya, semangat memberi adalah kekuatan utama hidupnya. Memberi bukan sebagai “motivasi” untuk mendapatkan yang terbaik tapi memberi sebagai “akibat’, karena Allah sudah memberikan yang terbaik, yaitu keselamatan kekal didalam Yesus Kristus kepada setiap orang yang percaya.
5. Mau mencoba lagi meski gagal. Kegagalan kerap dialami oleh siapapun, baik mereka yang tidak percaya kepada Tuhan maupun orang Percaya. Yang membedakan keduanya adalah, bagi orang percaya, sedalam apapun ia jatuh yang melekat dalam keyakinannya adalah bahwa Allah turut bekerja mendatangkan kebaikan. Orang percaya meskipun ia jatuh, ia tidak akan tergeletak. Ia akan bangkit kembali karena percaya Allah mendatangkan kebaikan atas semua kegagalan yang dialaminya. Seperti Petrus yang meskipun telah gagal dalam menyatakan imannya, namun Roh Kudus akhirnya memenuhi hidupnya dan menjadikan Petrus sebagai salah satu murid Kristus terbaik, mati sebagai martir Allah.
Semoga kita semua dimampukan oleh Allah sebagai orang-orang yang dapat segera keluar dari keegoisan kita, dan memenuhi panggilan untuk bertumbuh kearah Kristus.
Ps. Gabriel Hartanto
www.OnlineChurchMinistry.com
Leave a Reply